laman

Sabtu, 01 Januari 2011

Komersialisasi Pendidikan

Sumber foto : Eko prasetyo
               Tak dapat kita pungkiri lagi bahwa pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan suatu bangsa, dimana dengan adanya pendidikan masyarakat, bangsa dan negara dapat melakukan mobilitas sosial vertikal keatas. Tetapi apa yang akan terjadi apabila terdapat kesalahan dalam sistem politik pendidikan? Akankah pendidikan masih dikatakan sebagai tulang punggung kemajuan suatu masyarakat, bangsa dan negara?
               Contoh telanjang bulat dalam masyarakat dapat kita lihat pada Penerimaan Siswa Baru (PSB) tiap tahunnya. Banyak diantara para orang tua yang mengeluh mengenai biaya registrasi anaknya yang sangat mahal, yang pada akhirnya banyak diantara mereka mengadu ke tempat-tempat Perum Penggadaian untuk menggadaikan sebagian hartanya. Ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme di dunia pendidikan, dimana kebijakan-kebijakan pendidikan dikuasai pihak pemodal (Kapitalis) yang dengan serakahnya menetapkan biaya pendidikan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Inilah yang sering kita sebut dengan komersialisasi pendidikan.
               Kini pendidikan bagaikan “barang antik” yang dijual dengan harga yang sangat mahal. Nah, kalau sudah begitu hanya kalangan-kalangan yang berduit sajalah yang bisa menikmati pendidikan tersebut. Lalu bagaimana dengan anak-anak kalangan ekonomi menengah kebawah? Mereka hanya bisa gigit jari sambil melihat dari luar pagar sekolah. Maka timbul pertannyaan dari benak kita untuk siapakah pendidikan itu sebenarnya? Saat ini kita semakin binggung akibat amburadullnya sistem politik pendidikan di negeri ini. Mestinya pendidikan dapat dilakukan secara merata tanpa memandang strata sosial karena akan menimbulkan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini dunia pendidikan akan ternodai karena dalam dunia pendidikan ada niat suci dari peserta didik untuk menuntut ilmu dan pendidik untuk menyampaikan ilmu yang ia miliki kepada peserta didik.
               Ironisnya lagi sistem pengajaran dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini hanya berorientasi pada pekerjaan dan nilai-nilai ekonomi semata tanpa memperhatikan nilai-nilai moral. Sehingga tidak heran akan melahirkan orang-orang yang berparadigma pragmatis dengan kata lain lebih mementingkan paham materialisme dibandingkan idealisme. Pada teori pohon kita mengenal “buah rambutan jatuh tidak akan jauh dari pohonnya” sama halnya dengan pendidikan. Sistem pendidikan yang berpondasikan duit akan melahirkan para orang-orang yang bermental pragmatis dan hedonis.
               Kalau saja tokoh pendidikan seperti Paulo freire, Ki hajar dewantara dan Budi utomo di bangunkan dari tidurnya yang panjang, tentu mereka akan sangat perihatin melihat pendidikan saat ini. Seharusnya hal-hal semacam itu merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang kebijakan-kebijakan dalam berbagai bidang khususnya dalam dunia pendidikan. Semoga kita sebagai mahasiswa calon penerus bangsa dapat lebih kritis dalam menanggapi dunia pendidikan saat ini. Harapannnya dengan kritik-kritik yang kita bangun akan mampu melahirkan suatu perubahan baru dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang pendidikan.